svetlograd.org – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat telah memutuskan bahwa terdakwa kasus korupsi pengelolaan timah, Helena Lim, hanya dibebani uang pengganti sebesar Rp 900 juta. Sementara itu, hakim menyatakan bahwa uang sebesar Rp 420 miliar dari kasus tersebut diterima sepenuhnya oleh terdakwa Harvey Moeis.
Ketua majelis hakim, Rianto Adam Pontoh, menyampaikan vonis tersebut saat membacakan putusan terhadap Helena Lim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (30/12/2024). Hakim menyatakan bahwa Harvey Moeis telah mengakui menerima seluruh uang hasil penukaran valas tersebut.
“Menimbang bahwa majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan pidana penuntut umum, terkait dengan pembebanan uang pengganti secara proporsional, terhadap terdakwa Helena atas dana pengamanan yang seolah-olah dana CSR senilai 30 juta USD atau setara dengan Rp 420 miliar dalam kurs Rp 14.000,” kata hakim.
Hakim juga menuturkan bahwa Harvey Moeis telah mengakui menerima seluruh uang dari terdakwa Helena. “Di mana dalam fakta hukum yang terungkap di persidangan bahwa saksi Harvey Moeis dalam kesaksiannya menyatakan, bahwa benar ia telah menerima seluruh uang dari terdakwa Helena,” sambungnya.
Hakim menjelaskan bahwa Helena menikmati keuntungan dari hasil penukaran valas tersebut, bukan dari dana pengamanan yang disamarkan sebagai dana corporate social responsibility (CSR). “Seluruh uang dari dana pengamanan seolah-olah dana CSR yang diterima Harvey Moeis dari para perusahaan smelter tersebut yang ditransfer ke rekening PT Quantum, semuanya sudah diterima oleh saksi Harvey Moeis sehingga majelis hakim berpendapat bahwa Helena tidak menikmati uang pengamanan atau seolah-olah dana CSR tersebut, namun hanya menikmati keuntungan dari kurs atas penukaran valuta asing dari uang pengamanan tersebut dengan perhitungan Rp 30 x 30 juta USD yang seluruhnya berjumlah Rp 900 juta rupiah yang telah dipergunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi terdakwa,” ujar hakim.
Oleh karena itu, hakim membebankan uang pengganti kepada Helena sesuai jumlah yang diterima, yaitu Rp 900 juta dari keuntungan penukaran valas tersebut. “Jika dalam jangka waktu tersebut tidak membayar uang pengganti, maka harta benda terdakwa disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar maka terdakwa dipidana sebagaimana amar putusan sebagaimana disebutkan di bawah ini,” jelas hakim.
Diketahui, dalam kasus ini Helena Lim juga divonis 5 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara, serta uang pengganti Rp 900 juta subsider 1 tahun. Vonis tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut Helena Lim dihukum 8 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun penjara, serta uang pengganti Rp 210 miliar subsider 4 tahun kurungan penjara.
Dalam perkara ini, Helena didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan menyamarkan transaksi terkait uang pengamanan seolah-olah dana CSR dari Harvey Moeis. Jaksa menyebutkan bahwa Helena menggunakan perusahaan money changer miliknya, PT Quantum Skyline Exchange, untuk menampung uang pengamanan dan sewa alat peleburan dari smelter swasta.
PT Quantum Skyline Exchange menerima uang 30 juta dolar Amerika Serikat atau setara Rp 420 miliar. Keuntungan yang Helena dapatkan adalah Rp 900 juta. “Helena melalui PT Quantum Skyline Exchange mendapatkan keuntungan seluruhnya kurang lebih sebesar Rp 900.000.000 dengan perhitungan Rp 30 x 30.000.000 dolar AS (jumlah yang ditukarkan di PT Quantum Skyline Exchange),” kata jaksa.
Jaksa juga mengungkapkan bahwa ada lima smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk, yakni PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa. Harvey Moeis merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin.
“Terdakwa Helena memberikan sarana kepada Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin dengan menggunakan perusahaan money changer miliknya, yakni PT Quantum Skyline Exchange untuk menampung uang pengamanan sebesar 500 dolar AS sampai dengan 750 dolar AS per ton yang seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility atau CSR,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Penyamaran transaksi dilakukan di antaranya dengan menuliskan tujuan transaksi ke Harvey Moeis disamarkan sebagai setoran sbobet modal usaha atau pembayaran hutang piutang. Padahal, kata jaksa, tak ada hubungan hutang piutang atau modal usaha antara Helena maupun PT QSE dengan Harvey Moeis.
Transaksi tersebut juga tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, tidak menggunakan kartu identitas penduduk dan tidak dicatat dalam transaksi keuangan PT QSE. Helena juga tidak melaporkan transaksi tersebut ke Bank Indonesia serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Atas kasus ini, Helena Lim juga didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun. Helena Lim didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 serta Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 56 ke-1 KUHP.